Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah
menerbitkan peraturan Nomor 21 tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan
kampanye pemilihan umum anggota DPR/ DPRD dan DPD RI. Dengan demikian,
masa kampanye pemilu Calon Legislatif (caleg) resmi berlaku mulai 11
Januari 2014 hingga 5 April 2014.
Selain itu dijuga telah ditetapkan
lokasi dan tempat pemasangan iklan kampanye selayaknya pada ruang
terbuka, pada gedung dan melalui iklan media cetak dan elektronik. Tidak
dilakukan pada gedung pemerintah, sekolah, jalan protokol dan fasilitas
umum.
Kini, hasrat membara para caleg
seolah tak dapat dibendung lagi. Sepertinya para caleg tidak sanggup
bersabar lebih lama lagi. Para caleg ramai-ramai -tanpa komando- masuk dalam kancah “Musim Kampanye” yang resmi berlaku sejak 5 Januari 2014 lalu.
Apa daya, entah terlalu bersemangat
atau karena ikut-ikutan, sejumlah caleg hampir senada dan seirama
menempel atribut kampanye mereka pada sejumlah pohon yang menghiasi
jalan umum. Iklan kampanye sosok caleg ukuran raksasa sampai ukuran
kertas ketikan menghiasi sejumlah pohon di sepanjang jalan di mana-mana
dari desa sampai kota.
Iklan kampanye sosok caleg yang
menempel pada pepohonan sepanjang jalan itu berisi promosi caleg
menawarkan program dan nilai jual kepada calon pemilih atau kepada warga
yang melihatnya.
Ironis dan menyedihkan sekali. Pada sebatang pohon “dihiasi”
oleh sejumlah iklan oleh 4 caleg bahkan lebih. Para caleg saling
bersaing dan mengalahkan calonnya baik dalam daerah pilihan (dapil) yang
sama bahkan dengan caleg dapil lainnya.
Pepohonan pun terlihat makin tak
karuan bentuknya. Di tengah batang pohon dengan radius ketinggian 2
meter menempel sejumlah lembaran atribut caleg. Sementara di daun-daunan
di atasnya seolah tak mampu lagi mengeluarkan daun hijaunya akibat
dipaku disana-sini disekujur lingkaran batangnya.
Para caleg yang menghiasi batang
pohon semua tersenyum, optimis dan percaya diri tak terkira, sementara
lolongan pohon-pohon yang telah “mereka” tempeli itu terasa tak penting
bagi caelg. Pepohonan seolah bukanlah sesuatu yang perlu dijaga
kehidupan dan kelestariannya.
Pepohonan seperti terdiam seribu
bahasa tak kuasa menahan sakitnya dipaku di sana sini. Jeritannya
melolong “kesakitan” siang dan malam berbulan-bulan sampai masa
kampanye caleg itu berakhir hingga 5 April mendatang.
Di sisin lain, banyak terlihat mobil
caleg berseliweran di mana-mana dengan atribut kampanye caleg. Banyak
juga terlihat caleg dalam ukuran baliho dan backdrop ukuran raksasa
menghiasi seantero kota dan komplek perumahan sekitar kita.
Lalu mengapa ditemukan caleg
menempel pepohonan sebagai sasaran pemasangan atribut kampanye, padahal
caleg pastilah orang yang berkecukupan dalam hampir segala bidang
termasuk bidang finasial.
Semoga para caleg yang sukses atau
gagal itu nantinya berkesempatan menata dan menanam kembali berjuta-juta
pohon telah mereka paku di sana sini yang membuat sejumlah pepohonan
tak berdaya itu pasrah menjadi sasaran senyuman mereka.
Tidak adakah tempat lainnya yang lebih
tepat memasang atribut kampanye promosi caleg? Padahal dalam ketentuan
KPU telah membatasi tempat yang layak untuk dijadikan sasaran, meski KPU
tidak melarang pepohonan menjadi sasaran pemasangan iklan kampanye.
Salah satu komisioner KPU, akhirnya
menyampaikan pendapatnya tentang fenomena anti penghijauan yang
dilakukan oleh para caleg yang menjadikan pepohonan sebagai sasaran
kampanye, tetapi himbauan tersebut hanyalah pernyataan pribadi saja,
bukan ketetapan KPU. “Apapun alasannya, pohon tidak boleh disentuh
untuk keperluan kampanye,” tegas Hadar Nafis Gumay, beberapa waktu lalu.
Dari sisi efektifitas memaku iklan
di pohon juga diragukan ketepatannya. Dengan ukuran iklan kampanye yang
relatif kecil rasanya tak ada waktu orang yang melintas di sekitar pohon
untuk melirik pada iklan kampnye itu karena memerlukan waktu untuk
berhenti sejenak melihat dan mengenal detail caleg dan sejumlah pesan
pada iklan caleg tersebut.
Semoga pada Pemilu Caleg mendatang,
KPU memberi batasan lebih jelas dalam larangannya, tidak sekadar revisi
merevisi peraturan saja, dari kalimat-kalimat yang sedikit rumit menjadi
kalimat yang lebih rumit. Mungkin itulah sebabnya sebagian caleg tidak
dapat memahami aturan KPU dengan baik
Nyatanya, sangat banyak pepohonan menjadi “korban” senyuman sejumlah caleg, hehehehehehe….
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
sumber: http://green.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar