Tentu kita semua sudah sering mendengar,
membaca dan menikmatu puisi “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono.
Mungkin karena Sapardi Djoko Damono laki-laki, maka lahirlah puisi cinta
yang indah ini. Isinya, sangat laki-laki. Jika seorang perempuan
membuat puisi cinta, tidak akan seperti ini isinya. Saya menghafal puisi
ini dengan baik.
Mari kita cermati dengan seksama, karya sang pujangga ini.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang membuatanya terbakar
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang membuatnya tiada
Indah sekali kalimat puisinya, dan saya tidak pernah bosan membaca dan mengucapkannya.
Puisi Cinta Suami
Puisi ini sangat laki-laki. Secara umum,
laki-laki kurang bisa mengekspresikan bunga-bunga cinta di hatinya. Ia
tak pandai mengungkapkan dengan mesra kepada istrinya. Bahkan banyak
lelaki yang tidak mampu mengungkapkan kata “rindu, kangen, sayang,
cinta”, dan lain sebagainya kepada istri yang sangat dicinta. Ada beban
yang sangat berat untuk mengekspresikan cinta dengan kata-kata.
Mencintai dengan sederhana, adalah mencintai
“dengan kata yang tak sempat diucapkan” dan “dengan isyarat yang tak
sempat disampaikan”. Laki-laki itu sering merasa “tidak sempat”. Padahal
perempuan sangat menunggu kata dan isyarat tadi. Sayang, lelaki “tak
sempat”, maka tak ada kata dan isyarat. Ia hanya punya cinta sederhana.
Walau sederhana, namun ia adalah cinta.
Semestinyalah istri menerima dengan bahagia, bahkan merayakan bersama
dengan penuh kesyukuran jiwa.
Di sisi lain, secara umum perempuan sangat
ingin mendapatkan kata-kata mesra dari suaminya. Ia tahu suami
mencintainya, namun ia ingin kepastian dari mulut suami sendiri. Bukan
hanya membaca isyarat, apalagi jika isyarat itu tidak sempat
disampaikan. Ia sangat senang mendapat rayuan, pujian dan kata-kata
mesra dari suami. Sayang, suami “tidak sempat” melakukannya. Padahal
istri sangat mengharapkannya.
Puisi Rahmah, Bukan Mawaddah
Sering kita mendengar istilah sakinah, mawaddah dan rahmah.
Kata sakinah merujuk kepada kondisi keluarga yang tenang, tenteram,
nyaman, dan damai. Di atas kondisi sakinah itu, muncullah dua perasaan
lainnya, yaitu mawaddah dan rahmah. Kata mawaddah menunjukkan perasaan
cinta, kasih dan sayang yang menggelora, menggebu-gebu, dan bercorak
sangat fisik. Biasanya terjadi pada anak muda atau pengantin baru.
Sedangkan kata rahmah menunjukkan perasaan
cinta, kasih dan sayang yang “sederhana”, tidak menggebu-gebu dan tidak
lagi bercorak fisik. Biasanya terjadi pada pasangan yang sudah dewasa
atau bahkan tua. Jika pasangan sudah melewati duapuluh tahun usia
pernikahan, maka akan dominan corak rahmah daripada mawaddah. Cinta yang
sudah tidak berada dalam batas-batas sebab yang bercorak fisik.
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana”,
jelas menunjukkan suasana rahmah tersebut. Tidak bercorak fisik dan
menggebu, namun sudah menunjukkan kedewasaan cinta dan hubungan. Untuk
perbandingan, cinta mawaddah yang bercorak sangat fisik dan menggebu itu
seperti ungkapan berikut:
Aku ingin menggenggam erat tanganmu.
Aku ingin memeluk erat tubuhmu.
Aku ingin mencumbumu.
Aku ingin mencium bibirmu.
Aku ingin melumat, mengkulum, meremas….
Kalimat di atas menunjukkan adanya suasana
cinta yang menggelora. Biasa terjadi pada anak muda, atau pada pasangan
pengantin baru.
Jaman dulu (jadul) ada lagu sangat kondang
dari Vina Panduwinata, judulnya saja “Cium Pipiku”. Melihat judul dan
isi syairnya, memang ini anak muda pacaran. Orang sedang pacaran,
suasananya sama dengan pengantin baru. Bercorak sangat fisik. Berikut
cuplikannya :
“Pegang tanganku, pegang pegang tanganku / Rayulah daku, rayu rayulah daku / Bila kau sayang padaku / Katakan sayang…
Peluk diriku, peluk peluk diriku / Cium pipiku, cium cium pipiku / Bila kau cinta padaku / Katakan cinta….”
Saya cuplikkan lagu jadul ini, karena saya
tidak ngerti lagu-lagu yang sekarang…:) Mencuplik lagu, tentu sesuai
zamannya. Lagu Vina tersebut menggambarkan sebuah asmara yang menggelora
dari sepasang kekasih, sebagaimana pada pengantin baru pada umumnya.
Nah, semakin lama usia pernikahan, akan
mereda dengan sendirinya corak fisik tersebut. Hubungan semakin dewasa,
usia semakin menua, maka corak rahmah menjadi ciri dari kehidupan
keluarga yang sudah tidak lagi bisa dikatakan muda. “Aku ingin
mencintaimu dengan sederhana”, adalah keinginan yang sederhana. Lahir
dari hubungan yang sudah dewasa.
Menikmati puisi “Aku Ingin” karya Sapardi
Djoko Damono di atas, mengingatkan suami dan istri bahwa ungkapan cinta
tidak selalu harus menggebu-gebu. Ungkapan cinta bahkan tidak harus
dengan kata-kata, bahkan isyarat. Cinta bisa dirasakan, walau “tidak
sempat” mengucapkan kata-kata dan menyampaikan isyarat.
Selamat menikmati cinta.
sumber: http://sosbud.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar