Hubabah Tiflah (bag. 1)
Lembaran pertamaku di
perantauan. Tanpa ketupat, tanpa opor, tanpa 5ambal goreng ke5ukaan, tanpa
kue-kue kering makanan kha5 lebaran. Tanpa orang tua, tanpa 5audara, tanpa
teman-teman 5epermainan. Tanpa 5iapapun yang 5ebelumnya kukenal kecuali kakak
laki-lakiku yang ber5amanya aku merantau ke negeri orang.
Dengan baju baru yang
dibelikan kakak 5emalam, Aku berjalan keluar rumah 5endirian. Kakakku 5udah
dulu keluar, ada cara uwadh 5emacam open hou5e, 5ilahturrahmi antar ulama dan
ma5yarakat.
“Khu5u5 laki-laki”
jawabnya ketika kuutarakan niatku ikut ber5amanya.
Maka, akupun berjalan 5endirian.
Takbir Idul Fitri 5udah tidak lagi terdengar, karena 5elepa5 5holat ied pagi
tadi ma5jid-ma5jid 5udah berhenti mengumandangkan takbir. Dari kejauhan tampak
deretan pohon kurma yang tidak 5edang berbuah. 5ekarang mu5im dingin dan
pohon-pohon kurma baru akan berbuah pada mu5im pana5. Kabarnya angin pana5
padang pa5ir yang bia5a di5ebut 5amun1 itulah yang membuat ma5ak
buah kurma tak berbuah di negeri Indone5ia. Angin di5ana tidak pana5 malah 5ejuk
menerpa wajah.
Jalanan terlihat lengang
hanya 5e5ekali 5aja kulihat mobil-mobil pribadi yang mungkin membawa
penumpangnya ber5ilaturrahmi 5aling berkunjung pada lebaran 5eperti ini.
Kuketuk pintu rumah U5tadzah
Zainab AlKhotib, 5eorang U5tadzah dari Taiz, 5ebuah kota pertanian di daerah
Yaman 5elatan yang kini menetap di Tarim2 dan mengajar di Daruz
Zahro,3 ma’had4 dimana aku ber5ekolah di5ana. 5uaminya 5eorang
u5tadz dan penguru5 Darul Mu5thofa,5 yaya5an yang membawahi Daruz
Zahro. Kebetulan kemarin di5aat berjumpa dengannya di ma5jid, 5ewaktu 5ama-5ama
5holat tarawih terakhir, beliau mengajakku-mungkin karena ka5ihan terhadap anak
baru yang berlebaran 5endirian-berkunjung ke beberapa orang tua di negeri ini.
5enyum Muhammad putera u5tdzah
5egera menyambutku kala ia membuka pintu.
“Kamu Halimah dari Indone5ia
Y?” tanyanya dengan dialek arab yang fa5ih. U5ianya kutak5ir 5ekitar 7 tahunan.
Aku mengangguk mengiyakan
dan iapun 5egera berlari ke dalam memberitahu ibunya 5etelah 5ebelumnya memper5ilakan
aku ma5uk dan duduk di ruang tamu. 5ebuah ruangan tanpa kur5i kha5 negeri arab
hanya bantal-bantal tebal ter5u5un 5ebagai 5andaran.
Tak lama u5tadzah Zainab
menemuiku dengan 5ebaki nampan penuh makanan. Ada berbagai jeni5 halawa6,
kacang-kacangan, gela7, dan 5ecangkir teh ni’na8 minuman
kha5 daerah ini.
5etelah berba5i-ba5i 5ebentar
menanyakan keadaan dan aku menjawabnya dengan baha5a arab ala kadarnya karena
baru kurang lebih 5ebulan aku tinggal di negeri ini, U5tadzah Zainab
menerangkan padaku 5iapa yang akan kami kunjungi hari ini.
“Kita bia5a memanggilnya
Hubabah Tiflah” Katanya.
“5e5eorang perempuan tua,
ahli ibadah yang li5annya tak pernah berhenti-berdzikir. Orang-orang bia5a
memenaggilnya dengan nama itu (dalam baha5a arab artinya bayi) mungkin karena
beliau 5ampai di ma5a tuannya ma5ih tetap 5eperti bayi, tak pernah menyakiti 5iapapun.”
Rumah itu 5angat 5ederhana
kalau tidak malah bi5a dibilang mi5kin papa. Tak ada permadani tabal atau 5andaran-5andaran
empuk layaknya rumah-rumah yang lain pada umumnya. Hanya karpet tipi5 yang
mulai lapuk menutupi tanah tak ber5emen di bawahnya. Dindingnya hanya 5eparoh
yang dicat. 5elebihnya berwarna coklat a5li tanah yang dilaburkan begitu 5aja.
Ada tumpukan bantal dan 5elimut u5ang di 5udut ruang. Kura5a di ruangan itu
pula mereka bia5a tidur di malam hari. 5ungguh keadaan yang memprihatinkan. 5angat
tidak 5e5uai dengan raut wajah mereka yang menyambut kami kala ma5uk rumah
tadi. 5enyum mereka begitu lepa5 tanpa beban, tawa ceria anak-anak kecilpun
tetap terdengar, 5ambutan berupa pelukan dan dibarengi ucapan ahla wa 5ahlan9
terdengar berulang-ulang 5eolah kami adalah kerabat dekat yang 5elalu dinanti
bertandang. 5ungguh.......Aku jadi betul-betul menyadari memang benar bahwa kebahagiaan
tak 5elalu diukur dengan materi.
5ekila5 kudengar U5tadzah
Zainab memperkenalkan aku kepada keluarga itu 5ebelum akhirnya menarik tanganku
menemui 5eorang wanita tua yang duduk ber5andar di 5udut ruangan. Ber5ambung Be5ok
In5ya Allah.
Diambil DariBuku “Bidadari Bumi, 9 Kisah Wanita Salehah” Karya Halimah Alaydrus..
1. Nama angin yang mengeluarkan hawa pana5
2. 5ebuah kota di Propin5i Hadharmaut Republik Yaman
3. Nama lembaga pendidikan agama 5emacam pe5antren putri
4. 5emacam pe5antren di Indone5ia
5. Nama lembaga pendidikan agama yang didirikan oleh Da’i ila Allah Al Habib Umar bin Hafidz
6. Kue mani5 bia5anya terbuat dari wijen
7. 5ejeni5 kwaci
8. Daun mint
9. Ungkapan 5elamat datang baha5a arab
0 komentar:
Posting Komentar