Senin, September 30, 2013

Bolehkah Sembelih Seekor Kambing Quran Untuk Satu Keluarga?

 

Bolehkah Sembelih Seekor Kambing Quran Untuk Satu Keluarga?

Sun, 29 Sep 2013 06:34 - 817 | qurban Assalamu'alaikum
Selama ini yang kita tahu dibolehkan untuk berpatungan seekor sapi qurban untuk tujuh orang. Tetapi saya baca hadits bahwa ternyata dulu Rasulullah SAW cuma menyembelih seekor kambing, tetapi diperuntukkan bagi keluarganya. Lalu kenapa kita sekarang ini tidak boleh berpatungan untuk membeli seekor kambing?

Padahal kalau dihitung-hitung, jumlah anggota keluarga Rasulullah SAW lebih dari tujuh orang. Saya hitung, jumlah istri beliau sampai 9 orang dan jumlah putera-puteri beliau 7 orang. Kalau ditambah dengan diri Rasulullah SAW sendiri, maka total 17 orang. Sedangkan hewan yang disembelih cuma seekor kambing.

Pertanyaan saya : bagaimana kita memahami hadits ini? Mohon penjelasan dari ustadz dan terima kasih sebelumnya.

Wassalamu'alaikum


Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pertanyaan Anda memang cukup menggelitik dan memancing rasa penasaran. Dan hadits yang Anda maksudkan itu memang benar ada dan kita menemukan ada beberapa hadits yang senada.

Salah satunya bahwa Rasulullah SAW pernah menyembelih seekor kambing yang ditujukan untuk diri beliau dan keluarga. Teks lengkap haditsnya sebagai berikut :

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ سَمِيْنَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَحَدُهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ وَالثَّانِي عَنْ نَفْسِهِ وَآلِهِ

Nabi SAW menyembelih dua ekor kambing kibash yang gemuk bertanduk. Yang pertama untuk umatnya dan yang kedua untuk diri beliau dan kelaurganya. (HR. Ibnu Majah).

Selain itu juga ada hadits lainnya yang menunjukkan bahwa para shahabat menyembelih seekor hewan qurban yang diperuntukkan untuk diri mereka dan keluarga masing-masing.

كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاةً

Kami pernah berkurban satu ekor kambing untuk satu orang dan keluarganya, setelah itu orang-orang saling berbangga-bangga dan berlaku sombong. (HR. Malik).

Di sisi lain Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan bahwa penyembelihan hewan qurban itu cukup satu ekor untuk satu keluarga.

كُنَّا وُقُوفاً مَعَ النَّبِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِ أَهْلِ بَيْتٍ فيِ كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةِ

Kami wuquf bersama Rasulullah SAW, Aku mendengar beliau bersabda,"Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor udhiyah (hewan qurban) setiap tahun. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmizy).

Bersekutu Dalam Pahala Bukan Dalam Biaya
Meski teks hadits-hadits di atas terkesan membolehkan menyembelihan seekor kambing untuk sekeluarga, namun maksudnya bukan berarti dibolehkan beberapa orang berpatungan untuk berqurban seekor kambing. Harus dibedakan dalam hal ini antara bersekutu dalam hal beban biaya dengan bersekutu dalam menerima pahala.

Silahkan perhatikan baik-baik hadits-hadits di atas. Semua menunjukkan bahwa baik Rasulullah SAW maupun para shahabat menyembelih seekor kambing, lalu niatnya berbagi pahala antara kepala keluarga dengan anggota keluarganya.

Hadits-hadits di atas sama sekali tidak menunjukkan bahwa Rasulullah SAW berpatungan uang dengan anggota keluarganya untuk membeli kambing. Demikian juga dengan para shahabat, mereka tidak berpatungan dengan anak dan istri mereka.

Karena secara logika, kepala keluarga adalah orang yang bekerja dan punya pemasukan finansial, sehingga kepala keluarga memberi nafkah kepada anak dan istrinya. Sedangkan anggota keluarga seperti istri dan anak-anak, tentu mereka tidak punya sumber pemasukan finansial. Posisi istri dan anak adalah sebagai penerima nafkah dari kepala keluarga.

Maka tidak masuk akal kalau kepala keluarga yang merupakan sumber penghasil pemasukan keluarga justru minta uang dari anggota keluarganya yang tidak punya uang dan meminta mereka berpatungan untuk membeli kambing.
Maka dalil-dalil di atas harus dipahami sebagai dalil dimungkinkannya kepala keluarga menyembelih seekor hewan qurban, lantas anggota keluarganya akan ikut juga menikmati hasil pahalanya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA (RUMAH FIQIH INDONESIA)

Read more »

KUDETA MESIR HARUS BERAKHIR


Kelompok Ikhwanul Muslimin dan para penentang kudeta di Mesir sedang mempersiapkan demonstrasi pada 6 Oktober mendatang dimana mereka berjanji bahwa pada hari itu kudeta militer akan benar-benar berakhir lalu Presiden Mursi akan kembali pada jabatannya semula.
Sebagaimana yang disebut di dalam puluhan surat kabar di akun jejaring sosial Facebook bahwa 6 Oktober akan menjadi akhir dari kudeta militter, dan para penentang kudeta menyerukan kepada masyarakat untuk turun ke jalan, dimana rencana tersebut nantinya meliputi penutupan semua jalan dan lapangan utama di ibukota kemudian melakukan aksi duduk di seluruh jalan dan lapangan hingga jatuhnya kudeta, dan tidak terkecuali bahwa massa akan berkumpul di tahrir Square untuk memulai revolusi terhadap kudeta ini. (eramuslim)
Read more »

TABLIGH AKBAR PEDULI MESIR DAN SURIAH

Dalam rangka peduli terhadap saudara-saudara kita di Mesir dan Suriah,Forum Masyarakat Purbalingga Peduli Mesir dan Suriah megadakan Pengajian dan Konser Amal. Dalam hal ini FMPPMS mengudang nama-nama terkenal seperti Unstadz Tri Wahyudi (Da' Muda ANTV), Relawan Indonesia Untuk Mesir (ACT) dan dimeriahkan Azzam Nasyid serta pertunjukan pelajar Purbalingga. Ayo ikuti dan dapatkan manfaatnya! hanya di Gor Mahesa Jenar, Purbalingga, 6 Oktober 2013 jam 7.30-12.00.
Read more »

Sabtu, September 28, 2013

Meja Telepon Ibu (Bag.1)


                                                           

Meja Telepon Ibu (bag. 1)
by: Siti Horiah (*)


Di5udut ruang tamu kami, yang lua5nya tidak lebih dari 4m2 itu terletak 5ebuah meja kecil berwarna hitam. Meja itu adalah 5ebuah meja telepon rumah yang 5udah beralih fung5i 5ebagai meja belajarku. Meja itu adalah 5atu-5atunya meja yang ada di rumah kami, meja yang 5ampai 5aat ini ma5ih dibiarkan ibuku tetap berdiri tegak dan ma5ih tetap berada dirumah kami dengan 5ebuah ala5an yang tak aku ketahui.
Beginilah kondi5i rumah kami 5etelah peri5tiwa kebangkrutan u5aha ayahku. Demi menyambung nyawa keluarga kami, ibu rela menjual barang-barang berharga yanga ada di rumah kami pada tetangga 5ekitar. Ibuku tidak tahu lagi haru5 berbuat apa, dan tidak tahu lagi bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membeli bera5. Beliau menjual 5atu per5atu barang-barang berharga kami, 5etiap kali datang waktu makan. Mulai dari beberapa pakaian ibuku yang paling beliau 5uka, alat-alat dapur 5eperti gela5, piring, panci, di5pen5er, bahkan 5endok dan garpu pun ikut habi5 terjual.
Ayahku tidak dapat berbuat banyak 5etelah peri5tiwa kebangkrutan u5ahanya. Beliau hanya mampu menjadi kuli dipa5ar tradi5ional di kota kami. Upah yang dia terima tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga be5ar kami.
***
5uatu 5iang, aku melihat adikku Rafi menangi5 5ambil menghampiri ibu yang 5edang duduk lema5 menonton tv tanpa antena itu. Aku memperhatikan gerak-gerik ibu yang kepanikan, beliau tidak ingin membiarkan Rafi adikku menangi5 terlalu lama.
“ibu, ibu aku lapar!” jerit Rafi.
Ibu yang tak bi5a berkata apa-apa lang5ung pergi menuju dapur, mengambil beberapa piring. Aku pun teru5 memperhatikan gerak-gerik ibu. Aku heran apa yang akan ibu lakukan dengan kelima buah piring itu. 5empat aku berpikir kalau ibu akan mengambilkan na5i untuk Rafi, namun aku teringat kalau dari kemarin aku belum mema5ak na5i untuk keluarga kami. Dengan ma5ih tetap memperhatikannya dari balik pintu, aku melihat air mata ibuku jatuh berlinang memba5ahi pipinya yang pucat, namun dengan cepat beliau lang5ung menghapu5nya takut-takut kalau air matanya akan terlihat olehku. Aku pura-pura tidak 5adar dengan apa yang ibu lakukan didapur, aku menyibukan diriku dengan menggendong dan menimang Rafi agar dia tidak menangi5.
Kubiarkan ibu dengan ke5ibukannya, kulihat beliau keluar rumah dengan kelima piringnya itu. Tak beberapa lama kemudian beliau kembali dengan uang ribuan yang lu5uh 5ebanyak lima lembar. Aku terheran-heran ata5 apa yang ibu lakukan. Ibu lang5ung menyuruhku pergi kewarung membeli 5etengah liter bera5, dan 5atu butir telur. Tanpa berpikir panjang aku pun lang5ung pergi menuruti perintah ibu.
Aku kembali dengan apa yang ibu minta dan ibu lang5ung menyuruhku mema5aknya. Ibu menyuruhku membuat telur dadar dengan mencampurkan telur itu dengan terigu, agar 5atu telur itu menjadi be5ar dan cukup untuk dimakan oleh kami ber5embilan. Aku menarik napa5 dalam-dalam, air mataku pun tak kuat dibendung, menete5 jatuh. Aku tak kuat menahan ini 5emua, bagaimana tidak, 5etiap harinya kami hanya makan 5atu kali 5ehari. Berbagi 5etengah liter na5i untuk 5embilan orang, 5atu butir telur 5aja haru5 dibagi 5embilan, 5ering kamipun membagi 2 bungku5 mie in5tan5 untuk 5embilan orang. Terkadang ayah memilih pergi dari rumah 5aat tiba waktu makan, beliau pergi 5ambil menitip pe5an padaku agar jatah makanannya diberikan pada adik-adikku 5aja.
Ibu 5angat 5ayang pada kami, beliau tidak pernah membagi penderitaanya pada kami 5emua. 5elagi ayah menjadi kuli dipa5ar, ibu 5elalu menggantikan peran ayah. Ibu tak pernah terlihat 5edih dengan penderitaanya. Ibu rela berkorban demi kami 5emua. Ibu rela menjual tempat tidurnya dan memilih tidur dilantai dengan berala5kan ka5ur yang tipi5 5aja.
Hampir 5eluruh barang berharga dirumah kami terpak5a beliau jual, demi menutupi pendapatan ayah yang be5arnya tak kurang dari 5epuluh ribu rupiah. Hanya 5atu buah meja telepon yang ibu 5i5akan diruang tamu kami. Aku heran kenapa ibu tidak pernah mau menjual meja ter5ebut, beliau lebih memilih menjual beberapa pakaiannya ketimbang menjual meja ter5ebut. 5ampai pada 5aatnya aku tak 5anggup melihat pakaian terbaik ibu haru5 ikut terjual, akupun menawarkan meja telepon itu untuk dijual pada ibu. Namun ibu menolak dengan kata-kata yang membuatku menangi5 5endiri.
“5elapar apapun kita nanti, ibu tidak akan menjual tempat yang kau gunakan untuk mengantungkan cita-citamu itu nak, pakailah teru5 meja itu.” Ungkapnya 5ambil pergi kerumah tetangga untuk menjual baju terbaiknya 5elama ini, demi 5epiring na5i untuk keenam adikku.
Aku lema5 mendengarnya, jadi 5elama ini ibu tidak mau menjualnya hanya karena aku 5ering memakai meja yang panjangnya tidak lebih dari 30 cm itu untuk belajar. Aku ter5adar 5elama ini aku memang 5elalu menggunakan meja itu untuk belajar karena itu adalah 5atu-5atunya meja yang ada dirumah kami.

(*) 5iti Horiah maha5i5wa dari Program 5tudi Teknik Nuklir 2012 mendapat penghargaan 5ebagai pemenang pertama dalam Lomba Menuli5 Ki5ah In5piratif Kamakarya 2013 yang diadakan dalam rangkaian acara 5eminar Motiva5i Na5ional oleh divi5i keilmuan Kamadik5i dalam rangka meningkatkan motiva5i penerima bea5i5wa Bidik Mi5i. 
Read more »

Kamis, September 26, 2013

Kisah Nyata Bidadari Bumi 1. Hubabah Tiflah (bag. 1)




Hubabah Tiflah (bag. 1)
Lembaran pertamaku di perantauan. Tanpa ketupat, tanpa opor, tanpa 5ambal goreng ke5ukaan, tanpa kue-kue kering makanan kha5 lebaran. Tanpa orang tua, tanpa 5audara, tanpa teman-teman 5epermainan. Tanpa 5iapapun yang 5ebelumnya kukenal kecuali kakak laki-lakiku yang ber5amanya aku merantau ke negeri orang.
Dengan baju baru yang dibelikan kakak 5emalam, Aku berjalan keluar rumah 5endirian. Kakakku 5udah dulu keluar, ada cara uwadh 5emacam open hou5e, 5ilahturrahmi antar ulama dan ma5yarakat.
“Khu5u5 laki-laki” jawabnya ketika kuutarakan niatku ikut ber5amanya.
Maka, akupun berjalan 5endirian. Takbir Idul Fitri 5udah tidak lagi terdengar, karena 5elepa5 5holat ied pagi tadi ma5jid-ma5jid 5udah berhenti mengumandangkan takbir. Dari kejauhan tampak deretan pohon kurma yang tidak 5edang berbuah. 5ekarang mu5im dingin dan pohon-pohon kurma baru akan berbuah pada mu5im pana5. Kabarnya angin pana5 padang pa5ir yang bia5a di5ebut 5amun1 itulah yang membuat ma5ak buah kurma tak berbuah di negeri Indone5ia. Angin di5ana tidak pana5 malah 5ejuk menerpa wajah.
Jalanan terlihat lengang hanya 5e5ekali 5aja kulihat mobil-mobil pribadi yang mungkin membawa penumpangnya ber5ilaturrahmi 5aling berkunjung pada lebaran 5eperti ini.
Kuketuk pintu rumah U5tadzah Zainab AlKhotib, 5eorang U5tadzah dari Taiz, 5ebuah kota pertanian di daerah Yaman 5elatan yang kini menetap di Tarim2 dan mengajar di Daruz Zahro,3 ma’had4 dimana aku ber5ekolah di5ana. 5uaminya 5eorang u5tadz dan penguru5 Darul Mu5thofa,5 yaya5an yang membawahi Daruz Zahro. Kebetulan kemarin di5aat berjumpa dengannya di ma5jid, 5ewaktu 5ama-5ama 5holat tarawih terakhir, beliau mengajakku-mungkin karena ka5ihan terhadap anak baru yang berlebaran 5endirian-berkunjung ke beberapa orang tua di negeri ini.
5enyum Muhammad putera u5tdzah 5egera menyambutku kala ia membuka pintu.
“Kamu Halimah dari Indone5ia Y?” tanyanya dengan dialek arab yang fa5ih. U5ianya kutak5ir 5ekitar 7 tahunan.
Aku mengangguk mengiyakan dan iapun 5egera berlari ke dalam memberitahu ibunya 5etelah 5ebelumnya memper5ilakan aku ma5uk dan duduk di ruang tamu. 5ebuah ruangan tanpa kur5i kha5 negeri arab hanya bantal-bantal tebal ter5u5un 5ebagai 5andaran.
Tak lama u5tadzah Zainab menemuiku dengan 5ebaki nampan penuh makanan. Ada berbagai jeni5 halawa6, kacang-kacangan, gela7, dan 5ecangkir teh ni’na8 minuman kha5 daerah ini.
5etelah berba5i-ba5i 5ebentar menanyakan keadaan dan aku menjawabnya dengan baha5a arab ala kadarnya karena baru kurang lebih 5ebulan aku tinggal di negeri ini, U5tadzah Zainab menerangkan padaku 5iapa yang akan kami kunjungi hari ini.
“Kita bia5a memanggilnya Hubabah Tiflah” Katanya.
“5e5eorang perempuan tua, ahli ibadah yang li5annya tak pernah berhenti-berdzikir. Orang-orang bia5a memenaggilnya dengan nama itu (dalam baha5a arab artinya bayi) mungkin karena beliau 5ampai di ma5a tuannya ma5ih tetap 5eperti bayi, tak pernah menyakiti 5iapapun.”
Rumah itu 5angat 5ederhana kalau tidak malah bi5a dibilang mi5kin papa. Tak ada permadani tabal atau 5andaran-5andaran empuk layaknya rumah-rumah yang lain pada umumnya. Hanya karpet tipi5 yang mulai lapuk menutupi tanah tak ber5emen di bawahnya. Dindingnya hanya 5eparoh yang dicat. 5elebihnya berwarna coklat a5li tanah yang dilaburkan begitu 5aja. Ada tumpukan bantal dan 5elimut u5ang di 5udut ruang. Kura5a di ruangan itu pula mereka bia5a tidur di malam hari. 5ungguh keadaan yang memprihatinkan. 5angat tidak 5e5uai dengan raut wajah mereka yang menyambut kami kala ma5uk rumah tadi. 5enyum mereka begitu lepa5 tanpa beban, tawa ceria anak-anak kecilpun tetap terdengar, 5ambutan berupa pelukan dan dibarengi ucapan ahla wa 5ahlan9 terdengar berulang-ulang 5eolah kami adalah kerabat dekat yang 5elalu dinanti bertandang. 5ungguh.......Aku jadi betul-betul menyadari memang benar bahwa kebahagiaan tak 5elalu diukur dengan materi.
5ekila5 kudengar U5tadzah Zainab memperkenalkan aku kepada keluarga itu 5ebelum akhirnya menarik tanganku menemui 5eorang wanita tua yang duduk ber5andar di 5udut ruangan. Ber5ambung Be5ok In5ya Allah.

Diambil DariBuku “Bidadari Bumi, 9 Kisah Wanita Salehah” Karya Halimah Alaydrus..


1. Nama angin yang mengeluarkan hawa pana5 
2. 5ebuah kota di Propin5i Hadharmaut Republik Yaman 
3. Nama lembaga pendidikan agama 5emacam pe5antren putri 
4. 5emacam pe5antren di Indone5ia 
5. Nama lembaga pendidikan agama yang didirikan oleh Da’i ila Allah Al Habib Umar bin Hafidz
6. Kue mani5 bia5anya terbuat dari wijen
7. 5ejeni5 kwaci 
8. Daun mint 
9. Ungkapan 5elamat datang baha5a arab
Read more »

 

KAJIAN KEISLAMAN DAN KEILMUAN

BERITA DAERAH

POLITIK