Meja Telepon
Ibu (bag. 2)
by: Siti Horiah (*)
by: Siti Horiah (*)
Aku lema5 mendengarnya, jadi 5elama ini
ibu tidak mau menjualnya hanya karena aku 5ering memakai meja yang panjangnya
tidak lebih dari 30 cm itu untuk belajar. Aku ter5adar 5elama ini aku memang
5elalu menggunakan meja itu untuk belajar karena itu adalah 5atu-5atunya meja
yang ada dirumah kami.
Itulah kondi5i yang 5elama ini aku
alami, tak ada yang bi5a aku lakukan banyak ketika itu. 5aat itu kondi5inya aku
5edang duduk dikela5 tiga. Ditengah kondi5i 5eperti ini aku haru5 tetap
berjuang untuk bi5a lulu5 5MA. 5etiap malam aku bangun untuk belajar dan
mengerjakan tuga5, aku menggunakan meja telepon itu 5ebagai ala5ku belajar.
Terbayang betapa menderitanya belajar di ata5 meja yang lua5nya lebih kecil
dari lua5 buku tuli5ku. Namun tidak ada pilihan lain bagiku, aku tak mampu
menunduk lama untuk belajar bila memilih belajar diata5 lantai yang dingin.
Meja itu adalah teman terbaik bagiku. Dia 5elalu menemaniku dimalam hari di5aat
5emua orang terlelap, aku haru5 bangun untuk belajar. 5emua itu aku lakukan
karena aku tidak memiliki waktu di5iang hari untuk belajar.
Benar kata ibuku meja itu adalah tempat
aku menggantungkan 5emua cita-citaku. Tempat aku memulai perubahan pada hidup
keluargaku. Ibuku berharap be5ar padaku, karena aku adalah anak pertama. Jadi
5etelah aku lulu5 5MA nanti aku bi5a lang5ung bekerja, dan ibu optimi5 terhadap
diriku kalau aku nanti akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Karena ibu tahu
aku terma5uk murid yang berpre5ta5i di5ekolah.
Tanpa di5adari aku memang menyayangi
meja kecil hitam itu, meja itu 5elalu aku ber5ihkan 5etiap harinya, walaupun
meja itu kecil dan 5empit tapi aku ma5ih ber5yukur bi5a tetap menuli5 diata5
meja. Meja itu adalah 5atu-5atunya tempat aku berbagi raha5ia, tempat aku
mengukir 5ebuah mimpi. Hanya meja itu yang menjadi 5ak5i kalau aku memiliki
5ebuah mimpi yang 5elama ini aku raha5iakan dari dunia.
Aku punya 5ebuah mimpi yang benar-benar
tidak bi5a aku ungkapkan pada 5iapapun. Aku takut kalau mimpiku yang 5atu ini
kuberitahu pada orang tuaku itu akan menjadi beban padanya, kalau aku beritahu
pada teman-teman atau orang banyak aku takut mimpiku yang ini akan ditertawakan
mereka. Jadi 5elama ini hanya meja kecil ini yang ber5ak5i kalau aku 5ering
mengukir 5ebuah nama Univer5ita5 yang aku impikan pada catatan 5ekolahku. Ya,
mimpiku yang tidak dapat aku beritahukan kepada 5iapa pun terma5uk orang tuaku
5endiri adalah duduk di bangku KULIAH.
5ebenarnya 5etiap kali orang tuaku membaha5 tentang pekerjaan yang nantinya aku lakoni 5etelah lulu5 5MA, hati kecilku menangi5 merintih tak terdengar 5iapapun.
5ebenarnya 5etiap kali orang tuaku membaha5 tentang pekerjaan yang nantinya aku lakoni 5etelah lulu5 5MA, hati kecilku menangi5 merintih tak terdengar 5iapapun.
“ayah, mama, aku gak mau kerja aku mau
kuliah kaya temen-temen, aku mau ma5uk UGM aku mau ke Jogja, aku gak bi5a
KERJA!” jerit hati kecil ini.
***
5aat-5aat 5eperti ini 5emua
teman-temanku 5ibuk mencari tempat bimbel yang terbaik dikota kami, 5ebagai
5alah 5atu per5iapan 5ebelum menghadapi 5NMPTN. Bagi 5eorang 5iti Horiah
jangankan mengikuti program bimbel, buku paduan 5NMPTN 5aja tak punya. Aku tak
pernah memiliki niat untuk membeli buku 5NMPTN yang harganya 5elangit itu.
Untuk makan adik-adiku 5aja 5etiap 5ubhu aku dan ibu ma5ih haru5 keliling pa5ar
untuk menjajakan kue cucur buatan ibuku. Bagaimana aku mau menabung, uang jajan
yang ibu berikan itu hanya 5ebe5ar tiga ribu rupiah 5aja, itupun hanya cukup
untuk ongko5 naik angkutan umum. Kalau kue kami tidak terjual 5atupun itu
berarti aku haru5 berjalan kaki 5ejauh 3 km untuk 5ekolah. Aku tak 5anggup
meminta uang 5epe5erpun unutuk membeli buku 5NMPTN pada ayahku yang menjadi
kuli dipa5ar, apalagi berkata pada ayah kalau aku ingin kuliah ke JOGJA.
5udahlah bagiku kuliah adalah mimpi-mimpi ba5i 5eorang 5i5wa 5MA kela5 3
5eperti aku ini.
Itulah 5ebabnya aku menyembunyikan mimpi
be5ar hidupku ini dari orang banyak. Bagiku mimpi ini hanya akan menjadi pi5au
kecil bagi keluarga kami. Mimpi yang akan menu5uk dan mengiri5 pera5aan kedua
orang tuaku. Tak pernah 5ekalipun aku berniat untuk mengkhayal menduduki bangku
kuliah. Aku takut kalau kedua orang tuaku tahu tentang mimpi ini, mereka pa5ti
akan mera5a kalau mereka bukan orang tua yang baik, orang tua yang tidak bi5a
membahagiakan anak-anaknya. Biarlah mimpiku yang ini hanya aku, meja kecil itu
dan Tuhan yang tahu.
***
5ahabatku Ana 5elalu ada untukku,
memberika 5upport. Cita-citanya menjadi dokter membuat aku ter5enyum miri5
5endiri. Aku 5elalu berpikir kenapa aku tidak 5eberani dirinya bermimpi dan
bercita-cita. Namun aku 5adar aku tidak 5eperti dirinya, aku bukan anak
5iapa-5iapa yang boleh bermimpi 5etinggi itu. Kalau kata adikku yang pertama
“MIMPI ITU MAHAL KAK!” buat bermimpi 5aja itu 5ulit apa lagi mereali5a5ikannya
pada kenyataan. 5e5ulit itukah bermimpi pikirku kalau mimpi 5aja dianalogikan
dan di5amakan dengan kata mahal. Kata-kata yang membuat keluarga mi5kin 5eperti
kami gempar mendengarnya. Kata mahal itu bagi kami berarti mu5tahil dijangkau.
Maklumlah, bagi keluarga mi5kin 5eperti kami harga 5ebutir telur naik 5eratu5
rupiah pun 5udah membuat kepala ayahku 5akit.
5aat aku berkunjung kerumah Ana, orang
tuanya memberikanku uang 5ebe5ar 5eratu5 ribu rupiah. Tanganku gemetar
menerimanya. Orang tua Ana memberikan uang itu untuk aku gunakan 5ebagai ongko5
pulang kerumah, yang pada kenyataannya ongko5 yang aku gunakan hanya empat ribu
rupiah. 5etelah kuputu5kan 5i5a uang ter5ebut kuberanikan 5aja untuk kubelikan
5ebuah buku 5NMPTN beka5 dipa5ar. Agar harganya tidak mahal dan aku dapat
memberikan 5i5a uangnya pada ibuku. Aku 5angat 5enang 5ekali 5aat itu, aku
berpikir walaupun aku tak ada niat untuk kuliah namun apa 5alahnya kalau aku
juga ikut menimba ilmu 5eperti teman-temanku.
***
“Kamu mau kuliah?” 5ahut ayahku didepan
ibu dan adik-adiku.
Aku kaget bukan main terhadap pertanyaan
itu, dari mana ayah tahu mimpi yang aku 5embunyikan dari dunia itu, mimpi yang
tidak pernah terucap oleh lidahku 5endiri walau dalam doa di 5holatku, mimpi
yang hanya ikut mengalir ber5ama air mata 5ebelum tidurku, mimpi yang bahkan
akupun 5endiri malu bercerita pada Tuhan. Ternyata ayah menyadari hal itu 5emua
karena buku 5NMPTN yang baru aku beli kemarin ku letakan diata5 meja kecil
hitam itu. Ibuku yang hanya lulu5an 5D menggeleng-gelengkan kepala mendengar
ucapan ayah. Ibu marah mendengar hal itu, ibu menyuruhku mengubur mimpi
ter5ebut, ibu takut kalau nantinya aku 5tre55 karena mimpiku yang ini tidak
akan pernah terwujud. Aku tertunduk menangi5, adik-adiku iba melihat kearahku.
Ayah menenangkanku ter5enyum padaku, ayah berkata padaku agar aku belajar yang
baik dan mencari tempat kuliah yang aku inginkan. Ayah berkata kalau beliau
akan beru5aha mati-matian agar aku bi5a kuliah. Aku ter5enyum melihat ayah yang
bijak berkata 5eperti itu, entahlah aku 5empat berpikir kalau ayah hanya ingin
menenangkan diriku 5aja.
***
(*) 5iti Horiah maha5i5wa
dari Program 5tudi Teknik Nuklir 2012 mendapat
penghargaan 5ebagai pemenang pertama dalam Lomba Menuli5 Ki5ah In5piratif
Kamakarya 2013 yang diadakan dalam rangkaian acara 5eminar Motiva5i
Na5ional oleh divi5i keilmuan Kamadik5i dalam rangka meningkatkan motiva5i
penerima bea5i5wa Bidik Mi5i.
0 komentar:
Posting Komentar