3
Keberanian
Saudara yang paling dekat dari naluri kepahlawanan
adalah keberanian. Pahlawan sejati selalu merupakan
seorang pemberani sejati. Tidak akan pernah
seseorang disebut pahlawan, jika ia tidak pernah
membuktikan keberaniannya. Pekerjaan-pekerjaan besar
atau tantangan-tantangan besar dalam sejarah selalu
membutuhkan kadar keberanian yang sama besamya
dengan pekerjaan dan tantangan itu. Sebab, pekerjaan
dan tantangan besar itu selalu menyimpan risiko. Dan,
tak ada keberanian tanpa risiko.
Naluri kepahlawan adalah akar dari pohon kepahlawanan.
Akan tetapi, keberanian adalah batang yang
menegakkannya. Keberanian adalah kekuatan yang
tersimpan dalam kehendak jiwa, yang mendorong seseorang
untuk maju menunaikan tugas, baik tindakan
maupun perkataan, demi kebenaran dan kebaikan, atau
untuk mencegah suatu keburukan dan dengan menyadari
sepenuhnya semua kemungkinan risiko yang
akan diterimanya.
Cobalah perhatikan ayat-ayat jihad dalam Al-Qur'an.
Perintah ini hanya dapat terlaksana di tangan para
pemberani. Cobalah perhatikan betapa Al-Qur'an memuji
S
ketegaran dalam perang, dan sebaliknya membenci para
pengecut dan orang-orang yang takut pada risiko
kematian. Apakah yang dapat kita pahami dari hadits
riwayat Muslim ini, "Sesungguhnya pintu-pintu surga itu
berada di bawah naungan pedang?" Adakah makna lain,
selain dari kuatnya keberanian akan mendekatkan kita
ke surga? Maka, dengarlah pesan Abu Bakar kepada
tentara-tentara Islam yang akan berperang, "Carilah
kematian, niscaya kalian akan mendapatkan kehidupan."
Sebagian dari keberanian itu adalah fitrah yang tertanam
dalam diri seseorang. Sehagian yang lain biasanya
diperoleh melalui latihan. Keberanian, baik yang
bersumber dari fitrah maupun melalui latihan, selalu
mendapatkan pijakan yang kokoh pada kekuatan
kebenaran dan kebajikan, keyakinan dan cinta yang kuat
terhadap prinsip dan jalan hidup, kepercayaan pada hari
akhirat, dan kerinduan yang menderu-deru untuk
bertemu Allah. Semua itu adalah mata air yang mengalirkan
keberanian dalam jiwa seorang mukmin. Bahkan,
meskipun kondisi fisiknya tak terlalu mendukungnya,
seperti jenis keberanian Ibnu Mas'ud dan Abu Bakar. Sebaliknya,
ia bisa menjadi lebih berani dengan dukungan
fisik, seperti keberanian Umar, Ali, dan Khalid.
Akan tetapi, Islam hendak memadukan antara keberanian
fitrah dan keberanian iman. Maka, beruntunlah
ajaran-ajarannya menyuruh umatnya melatih anak-anak
untuk berenang, berkuda, dan memanah. Dengarlah
sabda Rasulullah saw, "Ajarilah anakmu berenang sebelum
menulis. Karena ia bisa diganti orang lain jika ia
tak pandai menulis, tapi ia tidak dapat diganti orang lain
jika ia tak mampu berenang."
Dengar lagi sabdanya, "Kekuatan itu pada memanah,
kekuatan itu pada memanah, kekuatan itu pada
memanah." Itu semua sekelompok keterampilan fisik
yang mendukung munculnya keberanian fitrah. Tinggal
lagi keberanian iman. Maka, dengarlah nasehat Umar,
"Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, karena itu
dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani."
Dan kepada orang-orang Romawi yang berlindung di
balik benteng di Kinasrin, Khalid berkata, "Andaikata
kalian bersembunyi di langit, niscaya kuda-kuda kami
akan memanjat langit untuk membunuh kalian. Andaikata
kalian berada di perut bumi, niscaya kami akan
menyelami bumi untuk membunuh kalian." Roh keberanian
itu pun memadai untuk mematikan semangat
perlawanan orang-orang Romawi. Mereka takluk. Mungkinkah
kita mendengar ungkapan itu lagi hari ini?
0 komentar:
Posting Komentar