Selasa, November 12, 2013

Inikah Caleg 2014 Pilihan Anda? Pemilih Pemula Harus Cerdas!

 

Prolog

Pemilu 2014 sudah tinggal bilangan bulan. Dari Pemilu ke Pemilu kita menghadapi realita yang serupa dan sama, dimana para Caleg saling aksi pasang spanduk, baliho dan sejenisnya. Bahkan notabene para caleg yang masih duduk di kursi legislatif, kemana aja selama ini ya koq masih pasang gaya seperti itu
Postingan ini diadopsi dari Tulisan Bambang Haryanto yang merupakan surat pembaca di Harian Suara Merdeka dan di posting di iklanpolitik.wordpress.com dengan judul Surat Politik Bambang Haryanto (1) dan Surat Politik Bambang Haryanto (2).
Saya kira masih relevan untuk menilai kondisi Pemilu 2014

Caleg 1: Caleg Yang Tidak Mendidik

Papan nama itu berisi tempelan beragam informasi. Dari lowongan pekerjaan, pelatihan blog, promosi real estat, kursus, seminar, sampai arisan sepeda motor. Tertempel di sebuah kios fotokopi di Wonogiri, yang semakin hari kapling halamannya semakin bertambah dengan info-info yang makin beragam pula. User generated content (UGC), demikian istilah dari dunia Internet untuk fenomena papan nama tersebut. Para caleg seyogyanya memperkaya kampanyenya dengan cara UGC ini. Di kantor partai atau rumahnya, mereka dapat mendirikan papan informasi untuk masyarakat setempat. Diri mereka tampil sebagai hub, pusat persilangan informasi yang bersifat lokal, yang tentu saja relevan dengan kebutuhan konstituennya. Prakarsa yang mendidik dan memberi manfaat ini jelas merupakan kampanye yang memiliki keunggulan tersendiri !

 

Caleg 2: Mendadak Sok Selebritis

Selebritis menjadi makhluk istimewa karena dirinya memberikan sesuatu kepada masyarakat. Utamanya bakat artistik yang mereka geluti dan perjuangkan dalam waktu yang tidak sedikit. Mereka jadi terkenal. Masyarakat luas mudah mengenal mereka, dengan sukarela menjadi fans, pengagum, dan bahkan menghidupinya dengan membeli produk-produk artistik kreasi mereka. Keistimewaan kaum selebritis itu kini ingin dinikmati para caleg kita. Tetapi dengan jalan pintas. Mereka yang selama ini bukan siapa-siapa, satu kecamatan pun tidak dikenal meluas, mendadak jadi sok selebritis. Lalu meminta dukungan yang mementingkan dirinya sendiri, hanya dengan memajang papan peraga kampanye di jalan-jalan. Rata-rata dengan olah grafika yang kacau-balau dan teks-teks yang hambar, datar, tidak menggugah. Tidak komunikatif. Tanggal 9 April 2009 akan menjadi saksi bahwa usaha jalan pintas itu hanya akan sia-sia belaka !

 

Caleg 3: Caleg Kita Sakit Buta Media

Pamer tampang dan pamer gelar akademis. Itulah yang mencolok dan mudah ditemui dalam papan peraga kampanye caleg-caleg kita. Ditambah slogan atau janji yang normatif, membuat konstituen kekurangan informasi mengenai visi-misi dan utamanya tentang kualitas intelektual caleg bersangkutan. Saya heran, mengapa mereka tidak memanfaatkan media massa ? Kalau kantongnya tak mampu untuk pasang iklan, mengapa mereka tidak menulis artikel atau surat pembaca ? Atau membuat blog. Dengan menulis mereka mengasah ketajaman berpikir atau pengamatannya terhadap masalah yang dihadapi para konstituen, terbuka untuk berdiskusi dan kemudian memberikan solusi. Inilah saatnya mereka berdiri disamping rakyat dan berbicara memakai kacamata rakyat, sebuah sikap yang harus terus mereka pertahankan bila terpilih kelak sebagai wakil rakyat. Bukti tertulis dan dibaca banyak orang itu juga bermanfaat untuk menagih janji para wakil rakyat yang ingkar janji !

 

Caleg 4: Caleg-Caleg Untouchable Kita

Sukses Obama menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44 ditunjang pemanfaatan sarana teknologi komunikasi dan informasi (TKI) yang baik dalam kampanyenya. Intinya, sarana TKI itu digunakan untuk mendengar, menyerap aspirasi konstituen, dan lalu mensosialisasikannya sebagai isu bersama. Meminjam kata-kata Bung Karno, Obama sukses sebagai penyambung lidah rakyat. Bagaimana wajah kampanye para caleg kita ? Mereka sangat elitis, egois, untouchable dan tidak merakyat, karena tidak mau membuka dialog dengan konstituennya. Simak saja peraga kampanye mereka, isinya lebih banyak mementingkan diri mereka sendiri. Memuji-muji diri sendiri. Dalam sarana itu tidak terpajang data alamat, situs web/blog, email, telepon/HP (apalagi yang bebas pulsa) sebagai gestur kesediaan mereka membuka akses guna bersosialisasi dan berinteraksi dengan rakyat banyak yang mereka wakili. Pemilih kini benar-benar ibarat dipaksa untuk memilih kucing dalam karung !

 

Caleg 5: Caleg-Caleg Kita Yang Narsistik

“Pemasaran diri sendiri,” kata ahli pemasaran Al Ries dan Jack Trout dalam bukunya Horse Sense : The Key to Success Is Finding a Horse to Ride (1991), “merupakan aktivitas pemasaran yang terpenting sekaligus yang paling sulit.” Ketika melakukan perjalanan darat Wonogiri-Tasikmalaya pulang-pergi (17-18/1/2009), sambil mengamati dan memotret beragam papan peraga kampanye para calon legislatif kita, kiranya pendapat Ries dan Trout itu benar adanya. Kesimpulannya, sebagian besar para caleg itu tidak memahami strategi komunikasi pemasaran. Sehingga yang menonjol adalah sikap narsis, nafsu pemujaan terhadap diri mereka sendiri dan partai mereka. Yang mereka tonjolkan adalah nama partai, nomor partai, daerah pemilihan, nomor urut dirinya, foto, lalu janji-janji dan slogan kampanye mereka. Pesan-pesan mereka justru kebanyakan tidak berorientasi kepada sudut pandang sasaran kampanye mereka, yaitu para konstituen. Konstituen hanya diminta maklum akan janji-janji atau mantra-mantra “jual kecap” mereka. Pendekatan tersebut berakibat fatal. Dalam dunia komunikasi dikenal rumus WIIFM (What’s In It For Me). Sekadar contoh, etika menerima surat, sebelum membuka amplop, di benak Anda secara naluriah segera muncul pertanyaan WIIFM itu : adakah isi surat ini yang penting dan bermanfaat bagiku ? Isi surat yang tidak memenuhi harapan itu, tentu saja mengecewakan penerimanya. Rumus ini berlaku universal. Kesimpulan saya : dalam berkomunikasi saja para caleg itu nampak kemaruk mementingkan diri mereka sendiri, apalagi bila kelak telah terpilih ?

 

Surat 6: Partai Pemaku Pohon

Pelajar mencabuti paku-paku di pohon. Aksi sederhana dan konkrit dalam menjaga kelestarian lingkungan itu telah dilakukan oleh pelajar SMA St Yosef di Solo dan pelajar SMK 1 Pancasila di Wonogiri (16/7/2008). Iktikad baik mereka itu pantas mendapatkan apresiasi, sekaligus mendapatkan tantangan. Karena kita lihat semakin “brutal”-nya pelbagai fihak dalam memanfaatkan pohon di jalan-jalan utama kota sebagai tempat pelbagai mereka memajang sarana kampanye dan promosi. “Kalau sarana kampanye itu milik partai, kami tak berani,” demikian salah seorang guru SMK 1 Pancasila Wonogiri yang saya temui. Pendapat itu terkait realitas bahwa di Wonogiri saat ini menonjol bendera partai “H” telah dipakukan pada puluhan pohon pada jalan-jalan utama kota kecil ini. Kita kuatir 33 partai lainnya akan mengikuti jejaknya. Belum lagi pelbagai lembaga pendidikan asal Solo (AlfB, ATW, FjG), Sukoharjo (LPK Ao), dari Wonogiri sendiri (Akb SGH, GCC, Salon Drb) dan banyak lagi fihak lainnya, ikut pula menyiksa pohon-pohon tak berdosa itu. Semoga aksi pelajar-pelajar di atas mampu mengetuk pelbagai fihak mau berpikir mencari cara berpromosi yang lebih mencintai lingkungan.

 

Caleg 7: Caleg Tidak Mendengar

Hai rakyat, dengarkanlah dan ikuti kata-kataku. Percayai janji-janjiku, dan pilihlah aku. Begitulah inti pesan dari berderet papan peraga kampanye para caleg yang bertebaran di jalanan. Mereka seolah berada di atas, mengira rakyat itu ibarat botol kosong, tidak cerdas dan mudah mengikuti apa saja kata mereka. Persepsi itu salah besar. Mereka harusnya mau belajar dari ujaran Rebbeca MacKinnon, seorang blogger dan peneliti di Universitas Harvard yang mantan wartawan CNN di Beijing dan Tokyo. Ia bilang, seseorang lebih mampu menyerap dan mengelaborasi kembali informasi secara lebih mendalam bila yang bersangkutan dilibatkan dalam diskusi mengenai materi tersebut. Bahkan mereka memiliki pemahaman lebih mendalam lagi bila dirinya mampu menuliskan opini tentang hal bersangkutan di ruangan publik. Untuk mensosialisasikan pemilu dan individu caleg bersangkutan, kalau saja saya seorang birokrat KPU/KPUD atau caleg dan birokrat partai, akan saya ajari rakyat untuk menulis di beragam media. Baik artikel atau surat-surat pembaca di media massa, atau pun di blog-blog di Internet. Termasuk membebaskan mereka untuk menuliskan kritik untuk para caleg bersangkutan. Dengan demikian maka papan peraga kampanye di jalanan itu bukan sebagai media indoktrinasi, searah, yang membodohi rakyat. Tetapi lebih merupakan undangan awal bahwa caleg bersangkutan bersedia membuka telinga untuk mendengar aspirasi rakyat.

Sumber: http://www.eniwae.com/caleg-pemilu-2014/
Read more »

3 Keutamaan Sedekah untuk Orang Tua yang Telah Meninggal Dunia


Kesempatan berbakti kepada orang tua (birrul walidain) masih terbuka anak, meskipun orangtuanya telah meninggal dunia. Salah satu bentuknya, dengan bersedekah untuk mereka. Yakni bersedekah yang diniatkan (pahalanya) untuk orangtua.

Berikut ini hadits-hadits shahih yang menjelaskan keutamaan sedekah untuk orang tua yang telah meninggal dunia:



أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - إِنَّ أُمِّى افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ ، فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ
Seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara mendadak. Saya menduga, jika ia bisa bicara, ia akan bersedekah. Apakah ia bisa mendapatkan pahala jika saya bersedekah untuknya?" Beliau menjawab, "Ya." (HR. Bukhari)

إِنَّ أُمِّىَ افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَإِنِّى أَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَلِىَ أَجْرٌ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ
Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga, jika ia bisa berbicara ia akan bersedekah, apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah untuknya?" Beliau menjawab, "Ya" (HR. Muslim)

أَنْبَأَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ - رضى الله عنه - تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
Ibnu Abbas memberitakan kepada kami bahwa Sa'ad bin Ubadah r.a. sedang tidak ada di tempat ketika ibunya meninggal. Ia berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat, sedang saya tidak di sana. Apakah sesuatu berguna untuknya, jika kusedekahkan untuknya?" Beliau menjawab, "Ya." Ia berkata, "Sesungguhnya saya persaksikan kepadamu bahwa kebunku Al Mikhraf menjadi sedekah untuk ibuku." (HR. Bukhari)

أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ أَبِى مَاتَ وَتَرَكَ مَالاً وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ
Seseorang berkata kepada Nabi, "Sesungguhnya ayahku meninggal dunia dan tidak berwasiat, apakah sedekahku bisa menebus (kesalahan) nya?" Beliau menjawab, "Ya" (HR. Muslim)

Dari hadits-hadits di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bersedekah untuk orangtua yang telah meninggal dunia memiliki 3 keutamaan:
1. Pahala sedekah sampai kepada orangtua yang telah meninggal dunia
2. Sedekah tersebut bermanfaat/berguna bagi orangtua yang telah berada di alam barzah
3. Sedekah tersebut dapat menjadi penebus kesalahan orangtua

Wallahu a'lam bish shawab. [Disarikan bersamadakwah dari Fadha'il A'mal (Ash Shahih al Musnad min Fadha'il A'mal) karya Ali bin Muhammad Al Maghribi]
Read more »

Semua Kita Adalah Pahlawan


Pemberian gelar pahlawan yang diotoritaskan oleh pemerintah kepada nama-nama tertentu, dengan seabrek kriteria dan seterusnya, memang bertujuan untuk mengetatkan. Supaya tidak sembarang orang bisa 'mengaku' sebagai pahlawan. Meskipun, hal ini berdampak negatif juga. yakni, sempitnya makna pahlawan itu sendiri.

Karena sejatinya, pahlawan itu, sederhananya, adalah mereka yang memiliki jasa. Maka mereka, jumlahnya tak terhitung.

Sehingga, dalam kamus kehidupan kita, pahlawan adalah ibu kita. Yang telah mempertaruhkan nyawa satu-satunya, untuk kehidupan kita. Padahal, ibu tak benar-benar tahu, bahwa kelak ketika besar, kita akan membuatnya bangga.

Pahlawan juga ayah kita. Kerja cintanyalah, salah satunya, yang membuat kita bertumbuh hingga sebesar ini. Beliau memeras darah dan keringatnya untuk pertumbuhan kita. Meskipun, tak jarang, kita selalu membuat beliau kecewa. Bahkan mungkin, saat ini, belum ada yang bisa kita berikan untuk membuat beliau bangga.

Guru kita. Baik guru ngaji, sekolah, atau siapapun yang telah mentransfer ilmu untuk kita, merekalah pahlawan kita sejatinya. Dengan sabar dan cinta, mereka mendewasakan kita dengan ilmu. Dengan bimbingannya, kita bisa lebih arif dalam memaknai kehidupan yang semakin buas ini.

Akhirnya, banyak sekali pahlawan-pahlawan dalam kehidupan kita. Yang disadari ataupun tidak.

Bagi seorang suami, sudah selayaknyalah menjadikan istri mereka sebagai pahlawan. Dia telah menggadaikan kesenangannya untuk kesenangan kita. Rela bergadang menunggu suaminya pulang, bangun ketika pagi buta untuk menyediakan sarapan dan bekal untuk kita, juga anak-anak kita, mencuci, masak dan aneka pekerjaan domestik lainnya. Kesemuanya itu, dilakukan sepenuh cinta. Bukan untuk yang lain, tetapi untuk kita yang ia cintai. Padahal, dulunya, suaminya, siapapun, hanyalah orang asing yang tidak ada jaminan bahwa kita akan bisa menjadikan sarana untuk mereka bahagia.

Bagi istri, suamipun demikian. Pahlawan mereka sejatinya. Meski suami-suami itu bukan siapa-siapa, dan mungkin belum memberikan banyak hal kepada kita. Tetapi keberanian mereka untuk meminta ijin kepada orang tua anda, setidaknya sudah menjadi bukti bahwa mereka sungguh-sungguh. Mereka mengambil keputusan itu bukan dengan pertimbangan judi. Tapi sebuah harapan, agar anda, kelak bisa menjadi sahabat sejatinya, di sepanjang hari, selama sisa hidup kita. Untuk bersama dalam taqwa, untuk bersama menjejaki surga.

Maka akhirnya, pahlawan bukan pertanyaan, siapa saja mereka. Tetapi lebih pada sebuah perenungan, apa yang sudah kita berikan untuk orang-orang yang kita cintai? Keluarga juga umat di sekitar kita? Sehingga, ketika saat ini, belum bisa melakukan sesuatu apapun, jangan kan untuk orang lain, diri sendiri saja belum jelas masa depannya, nampaknya kita harus terus berlari. Sekencang mungkin, untuk menuju kepada Allah. Karena sejatinya, semua kita adalah pahlawan. []



Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com, Owner Toko Buku Bahagia
Read more »

Pertanyaan Erdogan tentang Angry Bird Menyita Perhatian Dunia


Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengunjungi kantor developer Angry Birds, Rovio Company di Finlandia Rabu, (6/11/). Erdogan ditemui langsung oleh CEO Rovio Company Mikael Hed.

Namun, berita tentang pertemuan antara Erdogan dan perusahaan animasi itu terkalahkan dengan pertanyaan Erdogan yang langsung dilontarkannya kepada Hed saat melakukan presentasi mengenai aplikasi game buatan perusahaannya yang terkenal sejagad itu.

“Mengapa burung-burung ini marah? Apakah itu tidak memberikan efek negatif kepada anak-anak?” tanya Erdogan seperti dikutip Hidayatullah dari Hurriyet Daily News, Kamis (7/11).

Hed menjawab, sejauh ini tidak ada laporan mengenai dampak negatif yang ditimbulkan permainan tersebut. Dia menjelaskan, burung itu marah kepada mereka yang berusaha mencuri telur-telurnya.

Dalam kunjungannya ke Finlandia, Erdogan melakukan pembicaraan dengan Presiden Sauli Niinisto dan Perdana Menteri Jyrki Katainen. Erdogan yang didampingi istrinya dalam lawatan tersebut juga akan bertandang ke parlemen Finlandia.

Setelah mengunjungi Finlandia, Erdogan melanjutkan perjalanan ke Swedia dan Polandia. [AM/Hdy]

Diambil dari Bersama Dakwah
Read more »

 

KAJIAN KEISLAMAN DAN KEILMUAN

BERITA DAERAH

POLITIK